Masih ingat anak ajaib dari Jombang, Jawa Timur? Ya, si dukun
cilik yang sempat membuat geger karena konon bisa menyembuhkan orang sakit
dengan batu yang dimiliki. Tujuh tahun lalu, ribuan orang tiap hari datang ke
rumahnya. Bahkan lantaran berdesak-desakan, beberapa pasien meninggal dunia
setelah terinjak-injak pasien lain. Dia adalah Ponari, si 'dukun cilik'. Nah,
bagaimana kabarnya sekarang?
Akhir April lalu, brilio.net menemuinya di rumahnya di Dusun
Kedungsari, Desa Balungsari, Kecamatan Megaluh, Jombang dan berbincang-bincang
dengan Ponari dan keluarganya. Untuk mencari rumahnya tak sulit, karena hampir
semua warga tahu persis lokasi tempat tinggal si dukun yang sempat jadi
miliarder itu.
Jalan akses menuju rumahnya rusak parah, apalagi saat
brilio.net menuju rumahnya, hujan turun dengan deras. Jalan tidak terlalu lebar
yang kanan kirinya adalah hamparan sawah. Kendaraan harus berjalan pelan
lantaran tanah licin dan berbatu. Jalan akses itulah dulu berjubel ribuan orang
yang hendak berobat, bahkan sampai bermalam di sekitar rumah Ponari. Keluar
dari jalan utama, langsung disambut dengan sebuah Gapura bertuliskan "Gang
Ponari". Dari gang itu masih harus menyusuri jalan paving yang lebarnya
sekitar 2 meter. Baru terlihatlah rumah Ponari yang cukup megah untuk ukuran
warga kampung. Bangunan tembok itu tampak mencolok dibanding rumah lain
disekitarnya yang masih berupa kayu.
Rumah Ponari berwarna hijau tosca, dengan lantai keramik
cokelat yang kinclong. Rumah itu kini sepi, tak lagi banyak pasien yang datang.
Bahkan brilio.net perlu beberapa kali mengucap salam baru muncul sosok wanita
dengan tubuh gemuk menggunakan daster berwarna ungu. Dia adalah Mukaromah, ibu
kandung Ponari. "Mari silakan masuk mas," ucapnya ramah.
Ponari adalah sosok pemalu. Kini ia berusia 16 tahun, duduk
di bangku kelas I SMP. Sore itu, ia sedang tiduran di kamar. Ibunya butuh waktu
lama untuk membujuk Ponari agar berkenan diwawancarai. Ponari pun keluar dengan
wajah tertunduk malu. Badannya terlihat tegap, tinggi dan besar. Rambutnya pun
dipotong cepak, dan sebagian menutupi keningnya. Sosoknya sangat berbeda dengan
Ponari dulu, saat masih bocah.
Keluarga dan tetangga memanggil Ponari dengan sapaan Mas Ari.
"Mas Ari apa kabar sekarang?" tanya brilio.net mengawali
perbincangan. Agak lama hening, ia tak kunjung juga menjawab. Hanya duduk
tertunduk sambil menggelengkan kepala sembari menatap layar ponselnya. Beberapa
saat berlalu, wajahnya tetap tertunduk.
Mukaromah yang duduk sambil memangku adik Ponari pun akhirnya
yang menyahut. Ibu kandung Ponari ini bercerita panjang lebar mulai dari awal
sebelum Ponari terkenal hingga keadaannya sekarang. Ia menuturkan, semuanya
bermula saat desanya dilanda hujan deras disertai suara petir yang saling
menyambar. Ponari saat itu masih duduk di kelas tiga SDN Balongsari I, dan
sebagaimana bocah pada umumnya ia pun ikut main hujan-hujanan.
Di tengah geledek petir menyambar itulah Ponari menemukan
benda keras yang jatuh menyerempat kepalanya. Benda yang ternyata batu itu
berwarna coklat muda, dengan bentuk agak lonjong dan berukuran sebesar kepalan
tangan anak kecil. Ketika brilio.net meminta izin untuk melihat batu tersebut,
Bu Mukaromah langsung menghampiri nenek Ponari, Mbok Legi.
Rupanya, Mbok Legi lah yang sehari-hari menyimpan dan menjaga
batu itu. Saat Ponari ingin menunjukkan, ia terlebih dahulu harus meminta izin
dari neneknya itu.
Lalu bagaimana awal Ponari jadi dukun? Suatu ketika ada gadis
kecil tetangga Ponari demam tinggi dan muntah-muntah. Tanpa disuruh, Ponari pun
langsung mendatangi gadis kecil tadi. Lalu memasukkan batu kecil tadi ke gelas
berisi air lalu diminumkan ke gadis yang sakit. Tak lama kemudian gadis itu
sembuh. Sejak itu lah tetangga yang sakit berbondong-bondong datang menghampiri
Ponari.
Dan dari mulut ke mulut berita itu menyebar dengan cepat
hingga pada puncaknya yaitu pada tahun 2009. Ribuan orang berbondong-bondong
mendatangi rumah Ponari. Bahkan, saat itu ada lima pasien meninggal akibat
berdesakan dan kelelahan saat antri berobat.
Dari praktik pengobatan yang susah dinalar itu, keluarga
Ponari menjadi kaya raya. Ibunya bahkan mengatakan saat itu sempat terkumpul
uang Rp 1 miliar lebih dari pasien yang datang. Dengan uang sebanyak itulah,
derajat keluarga Ponari meningkat drastis.
Yang awalnya Ponari tinggal di rumah gedeg sempit berukuran 4
x 6 meter berlantai tanah, kini ia mampu membangun rumah permanen. Uang yang
ada juga digunakan untuk membeli lahan persawahan seluas dua hektare, sepeda
motor, dan perabotan rumah tangga.
Tidak hanya itu, dari uang yang didapat, Ponari juga
menyumbangkan uangnya untuk pembangunan masjid di desanya. Warga di sekitar juga
kebagian rezeki saat itu. Ada yang membuka warung kecil, atau sekadar menjadi
juru parkir untuk pasien yang berobat. Terkait nama gang yang disinggung di
awal, Bu Mukaromah mengatakan itu adalah inisiatif dari warga sekitar.
"Warga merasa Ponari banyak berjasa, makanya warga
gotong royong membuat gapura dengan nama Ponari. Itu inisiatif warga
semua," kenang Bu Mukaromah.
Namun meski Ponari mendadak menjadi kaya, keadaan
pendidikannya berbanding terbalik 180 derajat. Setelah secara ekonomi
keluarganya naik drastis, pendidikan Ponari sempat kacau. Karena terlalu sibuk
menjadi dukun cilik, bocah pemalu itu akhirnya gagal saat ujian SD dan tak
lulus. Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi saat itu pun menilai
praktik itu merampas hak Ponari sebagai anak.
Lalu bagaimana Ponari sekarang? Kini praktik pengobatan
Ponari memang masih berlangsung. Ia tetap memberi pengobatan kepada orang yang
datang ke rumahnya. Teknik pengobatan yang dilakukan juga sama: air dari batu.
Namun saat ini sudah mulai sepi. Tak ada lagi ribuan orang. Tak ada lagi
antrean panjang mengular. Sekarang, pasien yang datang bisa dihitung jari. Bu
Mukaromah mengatakan, dalam sehari hanya ada satu dua pasien saja yang datang.
Akan tetapi ada yang berbeda saat ini. Pasien yang datang
tidak hanya berniat mencari kesembuhan fisik saja, melainkan juga mencari
solusi permasalahan hidup sehari-hari. Seperti masalah rumah tangga dan masalah
perjodohan. Bahkan belum lama ini, ada beberapa pelajar yang datang bersama
orangtuanya untuk meminta kelancaran saat Ujian Nasional (UN).
Sementara itu, untuk tarif Bu Mukaromah mengatakan masih sama
seperti dulu. "Nggak matok harga, sama kayak dulu. Paling sedikit orang
ngasih ya Rp20.000 dan paling banyak Rp100.000 hingga Rp150.000,"
tuturnya.
Kondisi pasien Ponari yang sepi ternyata ada berkah bagi
pendidikannya. Setelah sekolahnya sempat mandeg hingga tiga tahun, kini ia
jalani lagi. Untuk melanjutkannya, beberapa waktu yang lalu Ponari mengikut
ujian kejar paket A. "Alhamdulillah lulus paket A, dan sekarang lanjut
sekolah kelas 1 SMP, baru Januari kemarin masuknya," ungkap Bu Mukaromah
kepada brilio.net.
Keseharian Ponari sekarang pun layaknya anak-anak di usianya.
Sehari-hari ia berangkat sekolah, setelah pulang sekolah ia pun kerap
bermain-main dengan temannya. Tetapi sering juga ia berdiam di rumah sambil
mengutak-atik ponselnya. Namun sesekali jika ada pasien datang, Ponari
melayaninya sehabis pulang sekolah.
Putri, kakak kelas Ponari yang juga tetangganya mengatakan
bahwa Ponari adalah sosok pendiam di sekolah. Ia jarang berbicara dan saat
istirahat sering memilih duduk di kelas. Tetapi kesehariannya adalah anak yang
baik. Ia tak sungkan untuk berbagi jajan ke teman sekolahnya. "Sering kok
nraktir temen-temen di sekolah. Ponari baik banget, nggak pelit," ujar
Putri sambil tertawa kecil.
Saat ditanya apa cita-citanya Ponari, remaja tanggung ini
menjawab dengan malu-malu. Sambil menunduk ia mengatakan dulu ingin menjadi
tentara. Ibunya menambahkan, cita-cita Ponari ini datang saat ia melihat
perjuangan seorang tentara ketika ia masih kecil.
"Terus siapa tokoh idolanya mas Ari?" kembali
brilio.net mencoba berinteraksi. Tapi lagi-lagi Ponari memilih diam sambil
tersenyum malu. Sambil dirayu Bu Mukaromah, Ponari mengatakan dengan nada pelan
sempat mengidolakan Desi Ratnasari. "Alhamdulillah, saat diundang ke
Jakarta, kita sempat ketemu sama mbak Desi Ratnasari," ujar Bu Mukaromah.
Tak hanya Desi, Ponari ternyata juga mengidolakan band
ternama Slank. Menurut ibunya, Ponari kerap menggambar logo Slank saat sedang
tidak ada kegiatan.[]
sumber : brilio.net



